HUBUNGAN DASAR
NEGARA DENGAN KONSTITUSI
Dasar Negara
·
Pengertian
v
Asal kata dari :
dasar : fondamen/pondasi
berdasarkan : memakai sebagai dasar,bersumber pada …..
Jadi Dasar negara berarti : pondasi bagi berdirinya suatu negara, sumber pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan atau sumber segala peraturan yang ada dalam suatu negara
• Apa dasar negara kita? Pancasila
Proses pembuatan Pancasila sebagai dasar negara
*.BPUPKI (sidang I 29 Mei – 1 Juni 1945)
Tuj : merumuskan dasar negara
Tanggapan /usulan:
29 Mei Muh. Yamin usul 5 ranc dasar negara
31 Mei Soepomo usul 5 rancangan dasar negara
1 Juni Soekarno usul:
5 rancangan dasar Negara, usulannya bernama Pancasila
3 rancangan dasar Negara,usulannya bernama Trisila
1 rancangan dasar Negara,usulan bernama Ekasila
Dibentuk Panitia Kecil (Panitia 9) bertugas merumuskan rancangan dasar negara menjadi dasar negara. Hasil dari panitia kecil , adalah Piagam jakarta(22 Juni 1945)diberi nama Pancasila.
Disyahkan menjadi dasar negara oleh PPKI : Tgl 18 Agustus 1945 (Terdapat pd alinea IV Pemb UUD 45)
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
dasar : fondamen/pondasi
berdasarkan : memakai sebagai dasar,bersumber pada …..
Jadi Dasar negara berarti : pondasi bagi berdirinya suatu negara, sumber pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan atau sumber segala peraturan yang ada dalam suatu negara
• Apa dasar negara kita? Pancasila
Proses pembuatan Pancasila sebagai dasar negara
*.BPUPKI (sidang I 29 Mei – 1 Juni 1945)
Tuj : merumuskan dasar negara
Tanggapan /usulan:
29 Mei Muh. Yamin usul 5 ranc dasar negara
31 Mei Soepomo usul 5 rancangan dasar negara
1 Juni Soekarno usul:
5 rancangan dasar Negara, usulannya bernama Pancasila
3 rancangan dasar Negara,usulannya bernama Trisila
1 rancangan dasar Negara,usulan bernama Ekasila
Dibentuk Panitia Kecil (Panitia 9) bertugas merumuskan rancangan dasar negara menjadi dasar negara. Hasil dari panitia kecil , adalah Piagam jakarta(22 Juni 1945)diberi nama Pancasila.
Disyahkan menjadi dasar negara oleh PPKI : Tgl 18 Agustus 1945 (Terdapat pd alinea IV Pemb UUD 45)
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
v
Sebagai ideologi negara
patokan berperilaku, jiwa dan kepribadian bangsa
patokan berperilaku, jiwa dan kepribadian bangsa
v
Sumber dari segala sumber hukum
Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila
Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila
v
Sebagai pandangan hidup bangsa
pegangan dalam berpikir dan memutuskan sesuatu
Konstitusi Negara
Asal kata Konstitusi
Bhs Latin (Constituere) menetapkan dan menentukan
Bhs Belanda (grondwet) undang-undang
#Konstitusi Diartikan sebagai:
Peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Konstitusi,dalam perkembangan dipahami identik dengan UUD.
Kapan UUD 45 Dibuat?
Pada sidang II BPUPKI (10 – 16 Juli 1945).
Disyahkan oleh PPKI resmi 18 Agustus 1945
Tujuan dibuat konstitusi :
pegangan dalam berpikir dan memutuskan sesuatu
Konstitusi Negara
Asal kata Konstitusi
Bhs Latin (Constituere) menetapkan dan menentukan
Bhs Belanda (grondwet) undang-undang
#Konstitusi Diartikan sebagai:
Peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Konstitusi,dalam perkembangan dipahami identik dengan UUD.
Kapan UUD 45 Dibuat?
Pada sidang II BPUPKI (10 – 16 Juli 1945).
Disyahkan oleh PPKI resmi 18 Agustus 1945
Tujuan dibuat konstitusi :
v
Untuk mengatur organisasi negara dan
lembaga-lembaga pemerintahan
v
Untuk membatasi dan mengontrol
tindakanpemerintahan agar tidak berlaku
sewenang-wenang.
Konstitusi Indonesia merupakan alat untuk melaksanakan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan kenegaraan
Konstitusi Negara
Nilai konstitusi
Dimaksud nilai adalah : sesuatu yang dianggap baik untk dilaksanakan.
Dilihat dari sejauh mana tanggapan masyarakat terhadap konstitusi yang dibuat oleh Negara maka ada 3nilai yang bisa dikemukakan di sini yaitu
1. Normatif
Bila pelaksanaan konstitusi ini memperoleh dukungan rakyat dan
Dilaksanakan secara sempurna
2. Nominal
Bila pelaksanaan konstitusi ini dalam batas tertentu berlaku walau Tidak
sempurna
3. Semantik
Bila konstitusi ini berlaku hanya formalitas Dipergunakan untuk
kepentingan Penguasa
Hubungan Dasar negara Dengan Konstitusi
sewenang-wenang.
Konstitusi Indonesia merupakan alat untuk melaksanakan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan kenegaraan
Konstitusi Negara
Nilai konstitusi
Dimaksud nilai adalah : sesuatu yang dianggap baik untk dilaksanakan.
Dilihat dari sejauh mana tanggapan masyarakat terhadap konstitusi yang dibuat oleh Negara maka ada 3nilai yang bisa dikemukakan di sini yaitu
1. Normatif
Bila pelaksanaan konstitusi ini memperoleh dukungan rakyat dan
Dilaksanakan secara sempurna
2. Nominal
Bila pelaksanaan konstitusi ini dalam batas tertentu berlaku walau Tidak
sempurna
3. Semantik
Bila konstitusi ini berlaku hanya formalitas Dipergunakan untuk
kepentingan Penguasa
Hubungan Dasar negara Dengan Konstitusi
v
Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir
merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara.
v
Dasar negara memuat norma-norma
ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi)
v
Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam
Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada
dasarnya juga melaksanakan dasar negara
UUD 45
UUD 45
v
Sistematika UUD 45 terdiri dari
a. Pembukaan
b. Batang Tubuh
c. Penjelasan
a. Pembukaan
b. Batang Tubuh
c. Penjelasan
v
Sifatnya singkat (kalimat tiap
pasalnya tidak panjang)dan luwes (mengikuti jaman)
v
Batang Tubuh Bisa dirubah asal syarat
terpenuhi :
diusulkan ≥ 2/3 anggota MPR
Keputusan disetujui ≥2/3 anggota yang hadir
diusulkan ≥ 2/3 anggota MPR
Keputusan disetujui ≥2/3 anggota yang hadir
v
Kenyataan Batang Tubuh UUD 45, skr
sudah diamandeman 4x
Amandemen I (14-21 Okt 1999)
Amandemen II ( 7-8 Agust 2000)
Amandemen III (1-9 Nov 2001)
Amandemen IV (1-11 Agust 2002)
Kedudukan dan Hub Pembukaan UUD 45 Dgn Batang Tubuh UUD 4
Amandemen I (14-21 Okt 1999)
Amandemen II ( 7-8 Agust 2000)
Amandemen III (1-9 Nov 2001)
Amandemen IV (1-11 Agust 2002)
Kedudukan dan Hub Pembukaan UUD 45 Dgn Batang Tubuh UUD 4
v
Pembukaan UUD 45 mempunyai kedudukan Lebih
tinggi dibanding BT, alasannya
Dalam Pembukaan terdapat :
1. dasar negara (Pancasila)
2. Fungsi dan tujuan bangsa Indonesia
3. Bentuk negara Indonesia (republik)
Dalam Pembukaan terdapat :
1. dasar negara (Pancasila)
2. Fungsi dan tujuan bangsa Indonesia
3. Bentuk negara Indonesia (republik)
v
Pembukaan tidak bisa diubah,
mengubah sama saja membubarkan negara, sedangkan BT
bisa diubah(diamandeman)
bisa diubah(diamandeman)
v Dalam sistem tata hukum RI, Pembukaan UUD 45 memenuhi kedudukan sebagai
pokok
kaidah negara yang fundamental, alasan:
1. dibuat oleh pendiri negara (PPKI)
2. pernyataan lahirnya sebagai bangsa yang mandiri
3. memuat asas rohani (Pancasila), asas politik negara (republik berkedaulatan
rakyat), dan tujuan negara (jadi negara adil makmur)
4. memuat ketentuan yang menetapkan adanya suatu UUD.
kaidah negara yang fundamental, alasan:
1. dibuat oleh pendiri negara (PPKI)
2. pernyataan lahirnya sebagai bangsa yang mandiri
3. memuat asas rohani (Pancasila), asas politik negara (republik berkedaulatan
rakyat), dan tujuan negara (jadi negara adil makmur)
4. memuat ketentuan yang menetapkan adanya suatu UUD.
Sejarah Yuridis
Negara Republik Indonesia ( Sejarah Pancasila )
Pancasila sebagai dasar
negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat
final. Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan
Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo Ketetapan MPR No.
I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Selain itu
Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri
Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa
Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang
perumusan sila-sila Pancasila dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia.
Sejarah ini begitu sensitif dan salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara
Indonesia. Hal ini dikarenakan begitu banyak polemik serta kontroversi yang
akut dan berkepanjangan baik mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus
istilah Pancasila. Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan
kontroversi tersebut. Oleh karena itu artikel ini lebih bersifat suatu
"perbandingan" (bukan "pertandingan") antara rumusan satu
dengan yang lain yang terdapat dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan
rumusan yang lebih awal tidak mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa
rumusan Pancasila yang telah atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu
dengan rumusan yang lain ada yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara
berturut turut akan dikemukakan rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer yang berkembang di
masyarakat.
Rumusan I: Mr.Moh. Yamin
Pada sesi pertama
persidangan BPUPKI yang
dilaksanakan pada 29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk
menyampaikan usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print”
Negara Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Mohammad Yamin menyampaikan
usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik dalam pidato maupun secara
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.
Rumusan Pidato
Baik dalam kerangka uraian
pidato maupun dalam presentasi lisan Muh Yamin mengemukakan lima calon dasar
negara yaitu:
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Rumusan Tertulis
Selain usulan lisan Muh Yamin
tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai rancangan dasar negara. Usulan
tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan
kata-kata dan sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia
Rumusan II: Soekarno, Ir.
Selain Muh Yamin, beberapa
anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini
disampaikan pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir
Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan
calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip. Sukarno
pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah “Pancasila” (secara harfiah
berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang ahli bahasa
(Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu rumusan Sukarno
di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. ke-Tuhanan yang maha esa
Rumusan Trisila
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. ke-Tuhanan
Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong
Rumusan III: Piagam Jakarta
Usulan-usulan blue
print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota BPUPKI pada
sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai
panitia kecil yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota
BPUPKI yang telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan
membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan
"Panitia Sembilan") yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai
hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan
negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan
golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara
sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara
dua golongan yang dilakukan oleh Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah
dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di
akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf
1-3 berisi rancangan pernyataan kemerdekaan/proklamasi/declaration of
independence). Rumusan ini merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan
para "Pendiri Bangsa".
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada:
ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.”
Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan
kalimat rancangan dasar negara pada Piagam Jakarta dimaksudkan
untuk memperjelas persetujuan kedua golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu dengan
menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat tersebut menjadi
sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan,
[A] dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
menurut dasar[:]
[A.1] kemanusiaan yang adil dan beradab,
[A.2] persatuan Indonesia, dan
[A.3] kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan[;] serta
[B] dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk
pemeluknya
2. Menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta yang
beredar di masyarakat adalah:
1. Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Rumusan IV: BPUPKI
Pada sesi kedua
persidangan BPUPKI yang
berlangsung pada 10-17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar”
(baca Piagam Jakarta) dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10
dan 14 Juli 1945. Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah
dan diperluas menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of
Independence (berasal dari paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan
Pembukaan (berasal dari paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang
diterima oleh rapat pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda
dengan rumusan Piagam Jakarta yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub
anak kalimat terakhir. Rumusan rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang
merupakan rumusan resmi pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan
syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan
V: PPKI
Menyerahnya Kekaisaran Jepang
yang mendadak dan diikuti dengan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia (lebih awal dari
kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus segera
diselesaikan. Sore hari tanggal 17 Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia
daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan),
diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui
Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar negara. Untuk
menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera
menghubungi Hatta dan berdua
menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil golongan Islam,
diantaranya Teuku Moh Hasan, Mr. Kasman
Singodimedjo, dan Ki Bagus
Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan konsultasi
mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan rumusan
“Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya
bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam
rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk
menghilangkan frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar
negara yang terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini
merupakan rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia
hingga kini. UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. ke-Tuhanan Yang Maha
Esa,
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan VI: Konstitusi RIS
Pendudukan wilayah Indonesia
oleh NICA menjadikan
wilayah Republik Indonesi semakin kecil dan terdesak. Akhirnya pada akhir
1949 Republik
Indonesia yang berpusat di Yogyakarta (RI Yogyakarta) terpaksa menerima bentuk
negara federal yang disodorkan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan hanya menjadi sebuah negara bagian
saja. Walaupun UUD yang disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 tetap berlaku
bagi RI Yogyakarta, namun RIS sendiri mempunyai sebuah Konstitusi Federal
(Konstitusi RIS) sebagai hasil permufakatan seluruh negara bagian dari RIS.
Dalam Konstitusi RIS rumusan dasar negara terdapat dalam Mukaddimah (pembukaan)
paragraf ketiga. Konstitusi RIS disetujui pada 14 Desember 1949 oleh enam belas negara bagian dan satuan kenegaraan
yang tergabung dalam RIS.
Rumusan kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. ke-Tuhanan Yang Maha
Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial
Rumusan VII: UUD Sementara
Segera setelah RIS berdiri,
negara itu mulai menempuh jalan kehancuran. Hanya dalam hitungan bulan negara
bagian RIS membubarkan diri dan bergabung dengan negara bagian RI Yogyakarta.
Pada Mei 1950 hanya ada tiga negara bagian yang tetap eksis yaitu RI
Yogyakarta, NIT, dan NST. Setelah melalui beberapa pertemuan yang intensif RI
Yogyakarta dan RIS, sebagai kuasa dari NIT dan NST, menyetujui pembentukan
negara kesatuan dan mengadakan perubahan Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara.
Perubahan tersebut dilakukan dengan menerbitkan UU RIS No 7 Tahun 1950 tentang
Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang
Dasar Sementara (LN RIS Tahun 1950 No 56, TLN RIS No 37) yang disahkan tanggal
15 Agustus 1950. Rumusan dasar negara kesatuan ini terdapat dalam paragraf
keempat dari Mukaddimah (pembukaan) UUD Sementara Tahun 1950.
Rumusan kalimat
“…, berdasar pengakuan ke-Tuhanan Yang Maha Esa, perikemanusiaan,
kebangsaan, kerakyatan dan keadilan sosial, …”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. ke-Tuhanan Yang Maha
Esa,
2. perikemanusiaan,
3. kebangsaan,
4. kerakyatan
5. dan keadilan sosial
Rumusan VIII: UUD 1945
Kegagalan Konstituante untuk menyusun
sebuah UUD yang akan menggantikan UUD Sementara yang disahkan 15 Agustus 1950
menimbulkan bahaya bagi keutuhan negara. Untuk itulah pada 5 Juli 1959 Presiden
Indonesia saat itu, Sukarno, mengambil langkah mengeluarkan Dekrit Kepala
Negara yang salah satu isinya menetapkan berlakunya kembali UUD yang disahkan
oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 menjadi UUD Negara Indonesia menggantikan UUD
Sementara. Dengan pemberlakuan kembali UUD 1945 maka rumusan Pancasila yang
terdapat dalam Pembukaan UUD kembali menjadi rumusan resmi yang digunakan.
Rumusan ini pula yang diterima oleh MPR, yang pernah menjadi lembaga
tertinggi negara sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat antara tahun 1960-2004,
dalam berbagai produk ketetapannya, diantaranya:
1. Tap MPR No
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
sebagai Dasar Negara, dan
2. Tap MPR No
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradab, Persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan IX: Versi Berbeda
Selain mengutip secara utuh
rumusan dalam UUD 1945, MPR pernah membuat rumusan yang agak sedikit berbeda.
Rumusan ini terdapat dalam lampiran Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang
Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata
Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia.
Rumusan
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial.
Rumusan X: Versi Populer
Rumusan terakhir yang akan
dikemukakan adalah rumusan yang beredar dan diterima secara luas oleh
masyarakat. Rumusan Pancasila versi populer inilah yang dikenal secara umum dan
diajarkan secara luas di dunia pendidikan sebagai rumusan dasar negara. Rumusan
ini pada dasarnya sama dengan rumusan dalam UUD 1945, hanya saja menghilangkan
kata “dan” serta frasa “serta dengan mewujudkan suatu” pada sub anak kalimat
terakhir.
Rumusan ini pula yang terdapat dalam lampiran Tap MPR No II/MPR/1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa)
Rumusan
1. Ketuhanan Yang Maha
Esa,
2. Kemanusiaan yang adil
dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SEMOGA BERMANFAAT